Melihat dan mengamati perkembangan minat untuk memelihara burung kicauan dengan bermacam-macam tujuan pada waktu akhir-akhir ini, dimana semakin hari menunjukkan peningkatan yang signifikan apalagi sebagian besar burung-burung kicauan yang diperjualbelikan adalah burung tangkapan alam atau hutan, baik berumur muda maupun sudah dewasa dan ada yang sudah tua, maka sudah seharusnya ada kicau mania yang bergerak untuk mempelopori usaha penangkaran ataupun breeding burung berkicau.
Eksploitasi besar-besaran terhadap burung berkicau dari habitatnya di hutan tanpa diimbangi dengan usaha penangkaran untuk mengembangbiakkan burung-burung kicauan tersebut akan mengakibatkan kepunahan, sehingga pada akhirnya yang merasakan dampak dari kepunahan burung-burung kicauan tersebut salah satunya pasti kicaumania juga.
Dengan melihat semakin seringnya intensitas lomba burung berkicau di berbagai daerah, baik yang berupa latihan bersama atau uji prestasi atau lomba lokal maupun lomba nasional, maka sudah dapat dipastikan akan semakin mendorong orang-orang (baik pengepul burung, pedagang burung, maupun penghobi burung ) untuk berusaha mempunyai ataupun menyediakan burung-burung kicauan tersebut meskipun harus mengekploitasi dari habitatnya di alam ataupun hutan.
Sehingga sebetulnya kicaumania ,baik yang memelihara burung berkicau hanya untuk klangenan atau hobi semata maupun kicaumania yang sering melombakan burung kicauannya, secara tidak langsung ikut andil dalam mempercepat kepunahan burung-burung berkicau tersebut karena hal ini akan mendorong para pedagang atau pengepul ( pencari atau pemburu burung dari alam atau hutan ) menjadi semakin bersemangat untuk memburu burung-burung berkicau tersebut.
Tanda-tanda kepunahan dari beberapa jenis burung berkicau saat ini sudah dapat dirasakan. Dari beberapa orang yang biasa berburu burung-burung berkicau di alam atau hutan dimana hasil buruannya dikumpulkan dan dijual kepada pedagang di pasar burung mengatakan, bahwa sekarang ini sudah sulit untuk mendapatkan burung jalak suren Jawa, branjangan jawa Tengah/Yogya, decu di alam. Bahkan burung prenjak, ciblek , dan gelatik Jawa sekarang ini juga semakin jarang ditemukan di habitatnya. Hal ini membuktikan bahwa eksploitasi atau penangkapan besar-besaran dengan intensitas yang sering telah mengakibatkan jumlah atau populasi burung-burung tersebut semakin berkurang dan bila hal ini dibiarkan terus tanpa diimbangi dengan usaha penangkaran akan betul-betul mengakibatkan kepunahan.
Terus ke manakah larinya burung-burung berkicau yang jumlah atau populasinya semakin berkurang menuju ke kepunahan ( mis. Anis merah, murai batu, cocak hijau, branjangan dan sebagainya ) bila tidak ke kicaumania, baik yang bertujuan untuk hobi semata maupun kicaumania yang sering terjun ke lomba burung.
Saat ini memang sudah ada beberapa orang yang sadar akan keadaan dan kondisi populasi burung-burung berkicau tersebut dan berusaha untuk menangkarkan atau mengembangbiakkan agar tidak terjadi kepunahan ( mis.breeding cocak rowo, murai batu,kacer, kenari, dan lain sebagainya ) sehingga hobi memelihara burung berkicau masih bisa disalurkan. Penangkar-penangkar ini murni dari kicaumania yang dengan sukarela merogoh koceknya sendiri untuk berusaha mengembangbiakkan burung-burung berkicau tersebut meski ilmu untuk penangkaran kadang-kadang tidak memadai sehingga yang ditemui bukan kesuksesan tetapi seringkali kegagalan. Namun demikian, mereka tetap semangat dan kegagalan bukan masalah . Mereka terus berinovasi mengembangkan cara-cara supaya usaha penangkaran dapat berhasil dan meningkatkan produktivitas burung-burung yang berhasil ditangkarkan.
Meskipun burung-burung yang mengalami kepunahan merupakan proses evolusi tetapi tidak ada salahnya hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan para kicaumania, dengan kata lain sebaiknya kicaumania bergandengtangan dengan pemerintah untuk mencegah terjadinya kepunahan karena bagaimanapun juga burung-burung berkicau tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bagian kekayaan alam negeri kita Indonesia tercinta. Pemerintah bisa membantu kicaumania yang berminat terjun ke penangkaran dengan cara membantu dana untuk modal usaha ( bisa berupa pinjaman bank dengan syarat dan bunga ringan ) maupun teknik-teknik penangkaran atau pengembangbiakan ( lewat penyuluhan Departemen maupun dinas kehewanan, kesehatan maupun dinas terkait lainnya ).
Tetapi sepertinya pemerintah tidak tanggap terhadap hal ini ( mungkin hal ini dianggap sepele oleh pemerintah ) tetapi sebetulnya hal ini masalah yang krusial bagi kicaumania. Bila kita tengok berapa banyak orang yang berada dalam rantai bisnis burung berkicau ini mulai dari pencari kroto,peternak jangkrik ,produsen voer ,penjual atau pedagang pakan burung , pengrajin atau pembuat sangkar, pedagang sangkar,pembuat asesoris sangkar ( tempat makan,minum,gantangan,tangkringan dan sebagainya ),pedagang asesoris sangkar,penangkar burung,pedagang burung, broker atau makelar burung, event organizer lomba burung,tukang parkir pasar burung maupun parkir lomba burung,tempat yang disewakan untuk lomba burung, persewaan kursi dan gantangan untuk lomba burung,juri lomba burung,dan sebagainya. Betapa panjang mata rantai dari bisnis burung kicauan ini dan berapa orang yang dapat dihidupi dari bisnis ini. Mungkin pemerintah tidak memikirkan hal seperti ini.
Mari para kicaumania segera sadar dan bangkit untuk segera berlomba-lomba untuk menangkar burung-burung berkicau agar tidak terjadi kepunahan sehingga kita masih bisa memelihara dan mendengarkan merdunya kicauan burung-burung itu dan kita masih bisa membawanya ke lapangan untuk dilombakan maupun kita perdagangkan burung-burung berkicau hasil penangkaran ( yg tidak melanggar UU ) agar dapur rumah kita tetap mengepul asapnya. Tidak perlu ragu dan menunggu peran pemerintah karena bisnis penangkaran burung berkicau ini masih menjanjikan dan mempunyai prospek yang bagus sebagai mata pencaharian di tengah sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Ingatlah peluang datangnya hanya sekali, siapa yang segera memanfaatkan peluang maka dialah yang akan menuai sukses pertama kali.
Eksploitasi besar-besaran terhadap burung berkicau dari habitatnya di hutan tanpa diimbangi dengan usaha penangkaran untuk mengembangbiakkan burung-burung kicauan tersebut akan mengakibatkan kepunahan, sehingga pada akhirnya yang merasakan dampak dari kepunahan burung-burung kicauan tersebut salah satunya pasti kicaumania juga.
Dengan melihat semakin seringnya intensitas lomba burung berkicau di berbagai daerah, baik yang berupa latihan bersama atau uji prestasi atau lomba lokal maupun lomba nasional, maka sudah dapat dipastikan akan semakin mendorong orang-orang (baik pengepul burung, pedagang burung, maupun penghobi burung ) untuk berusaha mempunyai ataupun menyediakan burung-burung kicauan tersebut meskipun harus mengekploitasi dari habitatnya di alam ataupun hutan.
Sehingga sebetulnya kicaumania ,baik yang memelihara burung berkicau hanya untuk klangenan atau hobi semata maupun kicaumania yang sering melombakan burung kicauannya, secara tidak langsung ikut andil dalam mempercepat kepunahan burung-burung berkicau tersebut karena hal ini akan mendorong para pedagang atau pengepul ( pencari atau pemburu burung dari alam atau hutan ) menjadi semakin bersemangat untuk memburu burung-burung berkicau tersebut.
Tanda-tanda kepunahan dari beberapa jenis burung berkicau saat ini sudah dapat dirasakan. Dari beberapa orang yang biasa berburu burung-burung berkicau di alam atau hutan dimana hasil buruannya dikumpulkan dan dijual kepada pedagang di pasar burung mengatakan, bahwa sekarang ini sudah sulit untuk mendapatkan burung jalak suren Jawa, branjangan jawa Tengah/Yogya, decu di alam. Bahkan burung prenjak, ciblek , dan gelatik Jawa sekarang ini juga semakin jarang ditemukan di habitatnya. Hal ini membuktikan bahwa eksploitasi atau penangkapan besar-besaran dengan intensitas yang sering telah mengakibatkan jumlah atau populasi burung-burung tersebut semakin berkurang dan bila hal ini dibiarkan terus tanpa diimbangi dengan usaha penangkaran akan betul-betul mengakibatkan kepunahan.
Terus ke manakah larinya burung-burung berkicau yang jumlah atau populasinya semakin berkurang menuju ke kepunahan ( mis. Anis merah, murai batu, cocak hijau, branjangan dan sebagainya ) bila tidak ke kicaumania, baik yang bertujuan untuk hobi semata maupun kicaumania yang sering terjun ke lomba burung.
Saat ini memang sudah ada beberapa orang yang sadar akan keadaan dan kondisi populasi burung-burung berkicau tersebut dan berusaha untuk menangkarkan atau mengembangbiakkan agar tidak terjadi kepunahan ( mis.breeding cocak rowo, murai batu,kacer, kenari, dan lain sebagainya ) sehingga hobi memelihara burung berkicau masih bisa disalurkan. Penangkar-penangkar ini murni dari kicaumania yang dengan sukarela merogoh koceknya sendiri untuk berusaha mengembangbiakkan burung-burung berkicau tersebut meski ilmu untuk penangkaran kadang-kadang tidak memadai sehingga yang ditemui bukan kesuksesan tetapi seringkali kegagalan. Namun demikian, mereka tetap semangat dan kegagalan bukan masalah . Mereka terus berinovasi mengembangkan cara-cara supaya usaha penangkaran dapat berhasil dan meningkatkan produktivitas burung-burung yang berhasil ditangkarkan.
Meskipun burung-burung yang mengalami kepunahan merupakan proses evolusi tetapi tidak ada salahnya hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan para kicaumania, dengan kata lain sebaiknya kicaumania bergandengtangan dengan pemerintah untuk mencegah terjadinya kepunahan karena bagaimanapun juga burung-burung berkicau tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bagian kekayaan alam negeri kita Indonesia tercinta. Pemerintah bisa membantu kicaumania yang berminat terjun ke penangkaran dengan cara membantu dana untuk modal usaha ( bisa berupa pinjaman bank dengan syarat dan bunga ringan ) maupun teknik-teknik penangkaran atau pengembangbiakan ( lewat penyuluhan Departemen maupun dinas kehewanan, kesehatan maupun dinas terkait lainnya ).
Tetapi sepertinya pemerintah tidak tanggap terhadap hal ini ( mungkin hal ini dianggap sepele oleh pemerintah ) tetapi sebetulnya hal ini masalah yang krusial bagi kicaumania. Bila kita tengok berapa banyak orang yang berada dalam rantai bisnis burung berkicau ini mulai dari pencari kroto,peternak jangkrik ,produsen voer ,penjual atau pedagang pakan burung , pengrajin atau pembuat sangkar, pedagang sangkar,pembuat asesoris sangkar ( tempat makan,minum,gantangan,tangkringan dan sebagainya ),pedagang asesoris sangkar,penangkar burung,pedagang burung, broker atau makelar burung, event organizer lomba burung,tukang parkir pasar burung maupun parkir lomba burung,tempat yang disewakan untuk lomba burung, persewaan kursi dan gantangan untuk lomba burung,juri lomba burung,dan sebagainya. Betapa panjang mata rantai dari bisnis burung kicauan ini dan berapa orang yang dapat dihidupi dari bisnis ini. Mungkin pemerintah tidak memikirkan hal seperti ini.
Mari para kicaumania segera sadar dan bangkit untuk segera berlomba-lomba untuk menangkar burung-burung berkicau agar tidak terjadi kepunahan sehingga kita masih bisa memelihara dan mendengarkan merdunya kicauan burung-burung itu dan kita masih bisa membawanya ke lapangan untuk dilombakan maupun kita perdagangkan burung-burung berkicau hasil penangkaran ( yg tidak melanggar UU ) agar dapur rumah kita tetap mengepul asapnya. Tidak perlu ragu dan menunggu peran pemerintah karena bisnis penangkaran burung berkicau ini masih menjanjikan dan mempunyai prospek yang bagus sebagai mata pencaharian di tengah sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Ingatlah peluang datangnya hanya sekali, siapa yang segera memanfaatkan peluang maka dialah yang akan menuai sukses pertama kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar